apycom.com

Poles Perbedaan Jadi Bunga

(jumat) 29 January 2013

UNIKAMA - Beberapa konflik antar etnis yang terjadi akhir-akhir ini banyak dipengaruhi  unsur politis. Campur tangan kepentingan politis menyebabkan berbagai kepentingan masuk sehingga masyarakat mudah tersulut. Hal itu disampaikan Husnun N Djuraid, Redaktur Senior Malang Post yang kemarin menjadi salah seorang narasumber dalam Diskusi Publik Se-Malang Raya, di Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) kemarin.


Menurutnya, konflik juga tidak lepas dari rekayasa penguasa dan tingkat pendidikan masyarakat. “Kerusuhan juga ada yang direkayasa, kalau latar pendidikan masyarakat bagus, mereka tidak akan mudah tersulut konflik,” jelasnya kepada peserta diskusi.


Dikatakannya, sebagai pilar keempat demokrasi, media atau pers sangat multikultural. Media tidak pernah ada pembedaaan dalam pemberitaan. Menurutnya, media juga sangat hati-hati dalam memberitakan konflik, apalagi yang berbau SARA.

Diskusi yang mengambil tema “Membangun Kerukunan Dalam Perbedaan Budaya” itu turut hadir sebagai nara sumber Ketua Badan Pengurus Cabang Perhumas Kota Malang Dr. Zurkarnain Nasution, M.Pd., M.Si, anggota Komisi D DPRD Kota Malang Drs. Sutiaji dan budayawan Achmad Syuhadak.

Menurut Zurkarnain, kurangnya peran pendidikan media massa menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusuhan atau konflik. Media massa khususnya media elektronik akhir-akhir ini mulai berkurang dalam pemberitaan edukatif. Katanya, peran media massa di dalam membangun edukasi publik sangat penting. “Seharusnya media bukan hanya sekadar memberitakan saja tapi juga harus memberikan solusi,” jelasnya.

Selain itu, Zulkarnain mengungkapkan tentang rendahnya kualitas sumber daya manusia dan kurangnya konsep pendidikan multikulturalisme pada masyarakat sehingga turut memicu terjadinya konflik. Menurutnya, konflik yang terjadi bukan diselesaikan dengan berdialog melainkan cenderung menggunakan kekerasan fisik. Sedangkan kurangnya konsep pendidikan multikulturalisme menimbulkan stereotipe prasangka sosial terhdap etnik tertentu. Yaitu prasangka-prasangka negatif pada etnik lain.

Pria asli Medan itu menambahkan, arus globalisasi dan tidak meratanya ekonomi juga turut memicu terjadinya ketidakharmunisan masyarakat. Dia menjelaskan, globalisasi telah menyebabkan nilai-nilai internal budaya lokal menjadi terkikis. Sementara ekonomi yang tidak merata telah menyebabkan kecemburuan sosial dan konflik.

“Sekarang ini keharmunisan banyak terganggu oleh konflik-konflik yang terjadi di masyarakat, padahal keharmunisan adalah kata kunci bagi negara dan masyarakat Indonesia,” ungkapnya pada 200 peserta diskusi.
 
Ketua Paguyuban Kreativitas Mahasiswa Asal Madura (Pakramadara) Romsi mengatakan bahwa organisasi ini menggagas bagaimana membangun kerukunan. Sehingga nantinya menghadirkan peluang positif khususnya di kalangan mahasiswa Unikama. “Kami mencoba meningkatkan kerukunan khususnya dikalangan mahasiswa,” ungkapnya.
 
Unikama yang mahasiswanya terdiri dari berbagai suku, ras dan budaya merupakan kampus multikultural. Selain mahasiswa Unikama, kegiatan ini juga dihadiri organisasi daerah (Orda) se Malang Raya. Diharapkan diskusi semacam ini dapat membangun kerukunan antara budaya. Dalam perbedaan budaya, Pakramadara merupakan salah satu organisasi dalam merangkul semua budaya yang ada di Unikama.
 
Pakramadara merupakan forum silaturrahmi bagi semua warga Madura di Malang raya. Dengan demikian, Pakramadara dapat memoles suatu perbedaan menjadi bunga yang berwarna merah yang berarti mempunyai sifat berani dan agresif, bukan menjadi sesuatu yang menakutkan, tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Sutiaji menyampaikan, Indonesia merupakan miniatur dunia. Tetapi ketika tidak mampu memahami potensi daerah satu dengan daerah yang lain, maka akan rawan terjadi konflik. Karena itu, menurut Sutiaji, harus ada sinergitas antara pendidikan karakter dengan keanekaragaman budaya.

Menanggapi kegiatan yang diselenggarakan oleh Pakramadara tersebut, Sutiaji menilai, kegiatan semacam itu bisa menjadi sarana untuk mengurangi terjadinya konflik. “Kegiatan ini bagus untuk mengurangi resistensi kita yang sepertinya ada konflik kedaerahan,” ungkapnya. (dinog)

 


   Berita Terakhir